Menteri Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN) EE Mangindaan mengatakan persoalan Guru Tidak Tetap (GTT) yang banyak terjadi di darah, termasuk di Jatim, bukanlah urusan pemerintah pusat. GTT merupakan masalah pemerintah daerah, dan sepenuhnya menjadi tanggung jawab pemda masing-masing.
''Kita tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) tentang hal itu. Tahun ini diharapkan sduah selesai dan segera kita sampaikan ke pemerintah daerah,'' kata Menpan di Grahadi kemarin (2/3). Ia mengatakan, untuk GTT harus dilihat kategorinya seperti apa. Jika selama ini aktivitas mereka sudah digunakan pemerintah, baik di provinsi, kabupaten atau kota, bisa dikategorikan sebagai honorer daerah. Untuk menjadikan mereka tenaga tetap atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetap harus dilakukan seleksi. Mengenai tata cara seleksi pegawai sepenuhnya menjadi hak pemerintah setempat.
Pernyataan Menpan ini sekaligus menjadi jawaban terhadap munculnya kasus GTT, seprti di Surabaya.
Untuk mencari solusi bagi keberadaan GTT, Dinas Pendidikan (Dindik) kota Surabaya menawarkan solusi bagi guru tidak tetap (GTT) untuk menjadi pegawai di perpustakaan. Ini setelah para pendidik ini harus terdepak mengajar di sekolah negeri karena adanya kebijakan baru.
Data yang dimiliki Dindik Surabaya, penjaga perpustakaan yang paling banyak dibutuhkan adalah di jenjang SD dan SMP. Solusi ini muncul karena peminat menjaga perpustakaan di beberapa sekolah itu masih minim.
Kepala Dindik Surabaya Drs Sahudi MPd mengakui, solusi yang ditawarkan ini memang tidak bisa menampung semua GTT. Saat ini jumlah GTT yang ada di Surabaya mencapai 1.637 orang. Sedangkan tenaga yang dibutuhkan untuk menjaga perpustakaan tidak sebanyak itu. "Tapi setidaknya ini bisa menjadi solusi,"ujarnya, Rabu (2/3).
Persoalan GTT memang cukup kompleks. Kalau Dindik memberikan jam mengajar bagi GTT, jam mengajar guru PNS tidak mencapai minimal 24 jam dalam seminggu. Padahal aturannya, para guru PNS harus memenuhi syarat tersebut. "Karena ini keputusan pusat, ya harus ditaati. Dinas hanya menjalankan,"tegasnya.
Selain itu, Dindik Surabaya akan berupaya memberikan GTT jam mengajar apabila ada sisa jam mengajar dari guru Pegawai Negeri Sipil (PNS). "Bila masih ada sisa jam mengajar, sisanya akan diberikan pada GTT. Tapi GTT yang mendapat jam berapa saja harus bisa menerimanya, karena aturan di sekolah negeri seperti itu,"imbuhnya.
Kendati demikian, lanjut Sahudi, GTT diminta bersabar menunggu pengaturannya, sebab masing-masing sekolah akan menentukan jam mengajar bagi guru PNS dulu. Pihak dinas juga akan segera mengatur jam mengajar itu.
Kepala Bidang Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dispendik Jatim, Nur Srimastutik mengatakan GTT yang mengajar disekolah negeri dan diangkat oleh Kepsek dan digaji sekolah sebaiknya mencari tempat lain. Pasalnya, menurut aturan, GTT tidak memiliki peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Namun, para GTT yang diangkat melalui SK bupati/walikota dan digaji dengan APBD/APBN masih memiliki peluang. "Tapi itu tergantung kepala daerah setempat apakah mau membantu GTT atau tidak," tandasnya.
PNS Tak Boleh Ngajar Di swasta
''Kita tengah menggodok Peraturan Pemerintah (PP) tentang hal itu. Tahun ini diharapkan sduah selesai dan segera kita sampaikan ke pemerintah daerah,'' kata Menpan di Grahadi kemarin (2/3). Ia mengatakan, untuk GTT harus dilihat kategorinya seperti apa. Jika selama ini aktivitas mereka sudah digunakan pemerintah, baik di provinsi, kabupaten atau kota, bisa dikategorikan sebagai honorer daerah. Untuk menjadikan mereka tenaga tetap atau Pegawai Negeri Sipil (PNS) tetap harus dilakukan seleksi. Mengenai tata cara seleksi pegawai sepenuhnya menjadi hak pemerintah setempat.
Pernyataan Menpan ini sekaligus menjadi jawaban terhadap munculnya kasus GTT, seprti di Surabaya.
Untuk mencari solusi bagi keberadaan GTT, Dinas Pendidikan (Dindik) kota Surabaya menawarkan solusi bagi guru tidak tetap (GTT) untuk menjadi pegawai di perpustakaan. Ini setelah para pendidik ini harus terdepak mengajar di sekolah negeri karena adanya kebijakan baru.
Data yang dimiliki Dindik Surabaya, penjaga perpustakaan yang paling banyak dibutuhkan adalah di jenjang SD dan SMP. Solusi ini muncul karena peminat menjaga perpustakaan di beberapa sekolah itu masih minim.
Kepala Dindik Surabaya Drs Sahudi MPd mengakui, solusi yang ditawarkan ini memang tidak bisa menampung semua GTT. Saat ini jumlah GTT yang ada di Surabaya mencapai 1.637 orang. Sedangkan tenaga yang dibutuhkan untuk menjaga perpustakaan tidak sebanyak itu. "Tapi setidaknya ini bisa menjadi solusi,"ujarnya, Rabu (2/3).
Persoalan GTT memang cukup kompleks. Kalau Dindik memberikan jam mengajar bagi GTT, jam mengajar guru PNS tidak mencapai minimal 24 jam dalam seminggu. Padahal aturannya, para guru PNS harus memenuhi syarat tersebut. "Karena ini keputusan pusat, ya harus ditaati. Dinas hanya menjalankan,"tegasnya.
Selain itu, Dindik Surabaya akan berupaya memberikan GTT jam mengajar apabila ada sisa jam mengajar dari guru Pegawai Negeri Sipil (PNS). "Bila masih ada sisa jam mengajar, sisanya akan diberikan pada GTT. Tapi GTT yang mendapat jam berapa saja harus bisa menerimanya, karena aturan di sekolah negeri seperti itu,"imbuhnya.
Kendati demikian, lanjut Sahudi, GTT diminta bersabar menunggu pengaturannya, sebab masing-masing sekolah akan menentukan jam mengajar bagi guru PNS dulu. Pihak dinas juga akan segera mengatur jam mengajar itu.
Kepala Bidang Tenaga Pendidik dan Kependidikan Dispendik Jatim, Nur Srimastutik mengatakan GTT yang mengajar disekolah negeri dan diangkat oleh Kepsek dan digaji sekolah sebaiknya mencari tempat lain. Pasalnya, menurut aturan, GTT tidak memiliki peluang untuk diangkat menjadi PNS.
Namun, para GTT yang diangkat melalui SK bupati/walikota dan digaji dengan APBD/APBN masih memiliki peluang. "Tapi itu tergantung kepala daerah setempat apakah mau membantu GTT atau tidak," tandasnya.
PNS Tak Boleh Ngajar Di swasta
DPRD Surabaya meminta agar guru PNS tidak boleh mengajar dobel di sekolah swasta, sebagai kompensasi pengurangan jatah mengajar GTT di sekolah negeri. Hal ini disampaikan anggota Komisi D DPRD Surabaya Masduki Toha, Dinas Pendidikan Surabaya harus tegas dalam menyelesaikan konflik guru PNS dan GTT mengenai jatah jam mengajar.
Dindik , kata Masduki, seharusnya tidak hanya mengutamakan Permendiknas soal kewajiban guru PNS yang harus memenuhi jam ajar selama 24 jam, tetapi juga harus ada solusi bagi GTT yang harus kehilangan jam mengajar.
"Dalam hal ini, Dinas Pendidikan Surabaya lebih mengutamakan guru PNS. Sementara hak GTT diabaikan. Ini harus ada perimbangan, jangan mengacu Permendiknas, tapi yang GTT tak diperhatikan," tandas Masduki.
Masduki meminta, Dinas Pendidikan dalam hal perimbangan Permendiknas, maka harus juga melarang guru PNS mengajar di swasta. Tujuannya agar guru PNS tetap memenuhi jam ajar 24 jam seminggu dan GTT tetap mendapat jam ajar yang sama.
"Kalau guru PNS sudah mendapat jam ajar 24 jam seminggu di sekolah negeri, tapi tetap dibolehkan mengajar di sekolah swasta, maka GTT akan kehilangan jam ajarnya. Ini tak adil. Dinas Pendidikan harus mengeluarkan SK tersebut," ungkap politikus PKB ini.
Masduki juga mengungkapkan banyak guru PNS yang suka mengajar di sekolah swasta karena mendapat gaji yang lebih besar. Kalau ini terus dibiarkan, ini namanya monopoli jam mengajar.
Sementara mengenai kemungkinan manipulasi jam mengajar oleh guru PNS demi meloloskan syarat sertifikasi, Masduki menegaskan agar Diknas harus mengambil tindakan tegas.
Bahkan jika terbukti ada oknum kepala sekolah atau guru yang memanipulasi data awal dalam pendaftaran sertifikasi guru, harus ada tindakan pemecatan. "Sudah tak ada kata tawar lagi, itu harus dipecat. Guru itu digugu dan ditiru, maka jangan memberikan contoh yang tidak baik," tandas Masduki.
Saat ini, disinyalir ada manipulasi data untuk sertifikasi guru. Ini terkait dengan tak seluruh guru PNS yang memenuhi jam ajar 24 jam seminggu. Karena manipulasi itu, nyatanya banyak guru yang lolos sertifikasi guru. Sertifikasi guru itu sendiri adalah untuk meningkatkan pendapatan guru alias gajinya naik.
Masduki juga menilai, kalau sampai ada oknum di pendidikan yang melakukan manipulasi data, maka itu menunjukan pola pembinaan di Dinas Pendidikan Surabaya, gagal.
"Dinas Pendidikan harus mengevaluasi mekanisme pembinaannya. Kenapa sampai ada oknum guru yang berani memanipulasi data untuk sertifikasi hanya karena mengejar gaji besar. Kalau caranya salah, mengapa harus dilindungi?" ucap Masduki.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar